Mencintai al-Qur’an merupakan bukti dari cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, Bagi umat muslim, penting untuk menumbuhkan rasa cinta pada Al-Qur’an, bahwa Al-Qur’an merupakan surat cinta dari Allah, Al-Qur’an juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari sehingga tidak terlepas dari hidayah dan rahmat Allah Swt.
Bagi orang yang telah mencintai Al-Qur’an, tentulah hati menjadi terikat dengan Al-Qur’an, Jika ia tak berinteraksi dengannya sehari saja, maka akan terasa ada yang kurang dalam harinya, bahkan merasa resah dan gelisah.
Mencintai dan mengikuti al-Qur’an berarti mengikuti petunjuk Allah Swt. sehingga dengan mengikutinya akan berada di jalan yang benar dan mendapatkan kebaikan serta petunjuk dari Allah Swt.
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَۛ فِيْهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya, (ia merupakan) petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” (Al-Baqarah [2]: 2)
iya, Cinta terbangun karena terbiasa, Begitulah faktanya. Oleh karena itu, untuk mencintai Al-Qur’an, seseorang dapat memulainya dengan membiasakan diri berinteraksi dengannya.
hal lainnya adalah, mencintai al-Qur’an bukan hanya dengan membaca, tetapi juga memahaminya sehingga kandungan ayat-ayatnya meresap ke dalam jiwa.
Lalu kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yang menjelma dalam setiap ucapan dan perbuatan, Jika demikian maka dapat diharapkan al-Qur’an akan menjadi syafaat di hari akhir nanti, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
اقْرَؤُا القُرْآنَ فإِنَّهُ يَأْتي يَوْم القيامةِ شَفِيعاً لأصْحابِهِ
“Bacalah al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.” (HR. Muslim).
Orang yang mendengarkan setiap lantunan dari Al-Qur’an akan mendapatkan rahmat Allah swt. Sebagaimana dalam Q.s. Al-A’raf ayat 204 (yang artinya):
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.”
Beruntunglah bagi orang tua yang memasukan anaknya ke pondok Tahfizh, termasuk di pondok tahfizh GRQ, para asatidz/ah penuh semangat dengan sepenuh hati, membimbing dan mengajarkan untuk santri-santrinya membaca al-Qur’an dan menghafalkannya, karena itulah disebutkan oleh Rasulullah Saw, mereka akan termasuk golongan manusia terbaik:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Tirmidzi).
Begitu besarnya keutamaan al-Qur’an sampai-sampai kita pun dianjurkan untuk mendengar dan menyimak pembacaan al-Qur’an. Syekh al-‘Izz bin Abdus Salam dalam Syajaratu al-Ma’arif mengatakan, mendengarkan al-Qur’an merupakan adab, yang buahnya adalah memahami maknanya dan mengamalkan tuntutannya.
Jika al-Qur’an telah menyentuh relung hati yang terdalam, kita pun akan menangis. Hati serasa bergetar, tersentuh, terharu, dan seterusnya. Allah Swt. berfirman:
وَاِذَا سَمِعُوْا مَآ اُنْزِلَ اِلَى الرَّسُوْلِ تَرٰٓى اَعْيُنَهُمْ تَفِيْضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوْا مِنَ الْحَقِّۚ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اٰمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشّٰهِدِيْنَ
“Apabila mereka mendengar sesuatu (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul (Nabi Muhammad), engkau melihat mata mereka bercucuran air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri). Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah beriman. Maka, catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur’an dan kenabian Muhammad)” (Al-Mā’idah [5]:83).
Kata Syekh al-‘Izz bin Abdus Salam, sebab-sebab yang membuat tangis muncul adalah rasa takut, sedih, cinta, sungkan, gembira dan rindu yang meluap dan lainnya sesuai dengan kondisi orang yang menangis.
Jadi, tangisan kita ketika membaca al-Qur’an merupakan efek sentuhan hati karena cinta atau takut kepada Allah Swt. Hal ini sebagaimana disebutkan al-Qur’an:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah mereka yang jika disebut nama Allah, gemetar hatinya dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhannya mereka bertawakal” (Al-Anfāl [8]:2)
Bersyukur di pondok Tahfizh GRQ ini masih menjaga adab dan nilai-nilai al-Qur’an dengan membaca, memahami, dan mengamalkannya, karena di luar banyak generasi muda yang larut dengan media digitalnya, Maka dari itulah kita jaga kebiasaan baik di pondok, Demikian pula dengan orang tua di rumah.
Kebiasaan itu awalnya memang harus dipaksa, sampai kemudian menjadi terbiasa. Awalnya membaca al-Qur’an karena diperintah, tapi kemudian seiring berjalannya proses pendidikan yang menanamkan nilai-nilai, maka akan tumbuh rasa cinta. Prosesnya mulai dari membaca, memahami, dan mengamalkan al-Qur’an.


